Pentingnya Kekuatan Aqidah dalam Kehidipan Anak-anak Kita

Mempunyai anak yang cerdas, berprestasi, disenangi banyak orang dan adakalanya terkenal, menjadi kebanggaan tersendiri bagi orang tua.
Tapi, tahukah ayah bunda, keadaan yang kelihatannya sempurna itu belum cukup?

Anak yang cerdas, berprestasi dan terkenal, namum tidak mempunyai keimanan yang benar dan baik terhadap penciptanya, akan mudah sekali menjadi manusia rapuh.

Mudah terombang-ambing, tergoda untuk melakukan hal-hal yang kadang menyimpang baik secara sosial maupun keagamaan. Akhirnya menjadi manusia yang "gagal." Hal itu, karena tidak adanya prinsip keimanan yang kuat dalam dirinya.

Teringat kita dengan kisah Nabi Allah, Ya'kub 'alaihissalam, ketika menjelang wafatnya, beliau bertanya kepada anak-anaknya. Siapa yang akan disembah, setelah wafatnya?
Anak-

Lantas, bagaimana cara kita menanamkan keimanan atau kalau dalam ajaran Islam lebih di kenal dengan akidah? Utamanya pada anak dalam masa pertumbuhan?

Pertama, dekatkan mereka dengan kisah-kisah atau cerita yang mengesakan Allah Ta’ala.

Terkait hal ini para orangtua sebenarnya tidak perlu bingung atau kehabisan bahan dalam mengulas masalah cerita atau kisah. Karena, Kitab suci Al-Qur’an memiliki banyak kisah inspiratif yang semuanya menanamkan nilai ketauhidan.

Akan tetapi, hal ini tergantung pada sejauh mana kita sebagai orangtua memahami kisah atau cerita yang ada di dalam Al-Qur’an. Jika kita sebagai orangtua ternyata tidak memahami, maka meningkatkan intensitas atau frekuensi membaca Al-Qur’an sembari memahami maknanya menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditunda.

Kalaupun dengan cara membaca ternyata masih belum bisa. Kita bisa menyiasatinya dengan membeli buku-buku kisah dalam Al-Qur’an. Jadi, orangtua jangan pernah membelikan anak-anaknya buku cerita, novel atau kisah apapun yang tidak mengandung nilai akidah. Lebih-lebih yang mengandung unsur mitos dan pluralisme-liberalisme.

Mengapa demikian? Orangtua mesti sadar bahwa anak-anak kita saat ini adalah target dari upaya sekulerisme peradaban Barat. Untuk itu, sejak dini, anak-anak kita sudah harus memiliki kekuatan akidah sesuai dengan daya nalar dan psikologis mereka.

Oleh karena itu, tahapan dalam menguatkan akidah anak harus benar-benar kita utamakan.

Kedua, ajak anak mengaktualisasikan akidah dalam kehidupan sehari-hari.

Setelah langkah di atas, selanjutnya tugas kita sebagai orangtua adalah mengajak mereka untuk mengaktualisasikan akidah dalam kehidupan sehari-hari.

Apabila anak kita belum baligh, maka aktualisasi akidah ini bisa dilakukan dengan mengajak anak ikut mendirikan sholat. Sesekali kita kenalkan dengan masjid, majelis taklim, dan sebisa mungkin ajak mereka untuk senantiasa mendengar bacaan Al-Qur’an dari lisan kedua orangtuanya.

Apakah tidak boleh dengan murottal melalui alat elektronik? Jika tujuan kita adalah mengajak, maka keteladanan jauh lebih efektif.

Adapun kala anak kita sudah baligh maka orangtua harus tegas dalam masalah akidah ini. Jika anak sudah berusia 10 tahun dan enggan mendirikan sholat, maka memberi hukuman dengan memukul sekalipun, itu dibolehkan.

Apabila anak kita perempuan, maka mewajibkan mereka berjilbab menjadi satu keniscayaan. Dan, itu adalah bagian dari aktualiasi akidah.

Dengan demikian, sejatinya tugas orangtua dalam masalah akidah ini benar-benar tidak mudah. Sebab selain mengajak, orangtua juga harus senantiasa melakukan kontrol akidah anak-anaknya. Terlebih pengaruh budaya saat ini, seringkali menggelincirkan kaum remaja pada praktik kehidupan yang mendangkalkan akidah.

Ketiga, mendorong anak-anak untuk serius dalam menuntut ilmu dengan berguru pada orang yang kita anggap bisa membantu membentuk frame berpikir islami pada anak.

Orangtua tidak boleh merasa cukup dengan hanya menyekolahkan anak. Sebab akidah ini tidak bisa diwakilkan kepada sekolah atau universitas. Untuk itu, orangtua mesti memiliki kesungguhan luar biasa dalam hal ini.

Dengan cara apa? Di antaranya adalah dengan mencarikan guru yang bisa menyelamatkan dan menguatkan akidah mereka.

Dorong anak-anak kita untuk bersilaturrahim, berkunjung ke pengasuh pesantren agar belajar, diskusi atau sharing masalah akidah. Dorong mereka untuk mendatangi majelis-majelis ilmu yang diisi oleh guru, ustadz, ulama atau pun figur publik Muslim yang terbukti sangat baik dalam menguatkan akidah anak.

Mari, jangan abaikan masalah yang sangat menentukan dan diperhatikan super serius oleh para Nabi dan Rasul. Wallahu a’lam.*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar Parenting

Berburu Malam Lailatul Qodar

Bunda Pekerja dan Daycare